Kamis, 30 Juni 2016

Cerpen Teman Istimewa






Teman Istimewa

Hai, ini adalah buku harianku. Namaku Safina, umurku 17 tahun, aku siswi baru di SMA Pelita Yogyakarta. Aku pindah ke sini mengikuti orang tuaku.  Ini hanyalah kisah-kisahku bersama teman-teman baruku.
Senin, 27 Juni
            Ini Senin pertama aku masuk SMA Pelita, aku datang lebih awal karena berangkat bersama Papa yang akan bekerja. Saat tiba di sekolah hujan turun cukup deras, setelah berpamitan aku segera turun dari mobil dan bergegas lari memasuki gerbang sekolah. Jaketku sedikit basah jadi aku memutuskan mencari toilet siswi untuk merapihkan baju.
            Setelah bertanya pada penjaga sekolah akhirnya aku menemukan letak toilet. Saat hendak masuk, aku hampir menabrak seorang siswi yang berjalan keluar. “Hai… maaf ya.” ujarku, “Tidak apa-apa.” balasnya. Ia tersenyum dan bergegas lari. Kemudian aku masuk untuk merapihkan bajuku. Setelah keluar dari toilet aku bergegas mencari ruang guru untuk mengetahui lokasi kelas baruku.
            Bu Vero yang akan menjadi Wali Kelasku mengantarkan dan memperkenalkanku pada teman-teman baruku. Aku berkenalan dengan Alena teman yang duduk di sebelahku, dia gadis yang sangat ramah dan ceria.
Kamis, 30 Juni
            Setelah pulang sekolah Alena mengajak aku untuk menemaninya ke toko buku. Ia akan mencari buku tekhnik fotografi. Setelah tiba di Toko Buku Agung Alena mulai memilih buku di bagian Photography. Ia berbisik “Aku adalah fotografer yang handal.“ Aku tertawa “Baiklah Aku tunggu hasil karyamu!”
            Aku memutuskan untuk berjalan ke bagian sastra, lalu mulai memilih buku puisi yang belum kupunya.  “Apa kau sudah baca buku ini? Buku ini bagus.” aku menoleh mencari sumber suara itu. Gadis cantik itu tersenyum. “Hai, namaku Aya.” ia mengulurkan tangan. “Namaku Safina.” ucapku sambil menjabat tangannya. Ia menunjuk sebuah buku kumpulan puisi karangan W.S Rendra. “Kau suka puisi juga?“ tanya Aya. “Ya, sangat suka , begitu banyak makna yang tersimpan di dalam sebuah puisi.” jawabku. “Siapa Pujangga yang kau suka?” kata Aya “Banyak sekali, menurutku mereka semua hebat dan memiliki ciri masing-masing.” balasku. Seorang pengunjung menatapku heran, mungkin ia tidak paham mengapa aku begitu mencintai pusi.
Senin, 4 Juli
            Sudah satu minggu aku menjadi siswi di SMA Pelita, aku baru mengetahui mulai tanggal 30 Juli tahun ini sekolah kami akan mengadakan Festival Budaya. Setiap kelas diwajibkan menampilkan bakat setiap siswanya dalam bidang seni dan budaya. Bu Vero yang mengetahui minatku pada sastra memintaku untuk membacakan puisi saat festival. ”Istirahat temenin aku ke perpus  ya?” ajakku pada Alen. “Yaaah Fin, aku ada rapat dengan anggota Pholub.” Alen meminta maaf karena tidak bisa menemaniku. Memang tadi pagi Raka ketua eskul Photography Club meminta semua anggotanya untuk hadir karena mereka akan menjadi tim dokumentasi pada acara festival nanti.
            Akhirnya setelah makan siang, aku mengungunjungi perpustakaan sendiri. Sambil membawa buku puisi, aku berjalan mencari kursi favoritku yaitu kursi yang paling pojok.  Tapi telah ada seorang gadis yang duduk dan tersenyum melihatku.  “Aya apa yang kau lakukan?” ujarku. “Aku berlatih puisi.” balasnya. Tak terasa sepanjang istirahat aku malah berbincang bersama Aya. Aku tak menyadari bel masuk telah berbunyi, sampai petugas perpustakaan pelan-pelan menghampiriku “Apa yang kamu lakukan di sini? Bel telah berbunyi, kembalilah ke kelasmu!” Ia menatapku heran. “Maaf pak, saya tidak dengar.” jawabku. Kami segera keluar dari perpustakaan.
Minggu, 16 Juli
            Hari ini aku dan Alen akan menonton di bioskop Mall Yogyakarta tapi aku datang terlalu awal, akhirnya aku memutuskan untuk minum di salah satu cafe. Saat aku sedang memilih menu dan memanggil pelayan, ada seseorang menghampiriku. “Hai Fina, boleh bergabung?” Aya muncul dan duduk di sebelahku. “Tentu” kataku. Aku memesan segelas coklat hangat, setelah mencatat pesananku pelayan itu segera berlalu. “Hei, tunggu temanku belum pesan” protesku, sang pelayan menatapku “Kau mau memesan juga untuk temanmu nanti?” tanyanya. “Aku tidak mau pesan apapun, hanya ingin mengobrol denganmu” jawab Aya. Akhirnya aku hanya menggeleng.
Rabu, 27 Juli
            Akhirnya sampailah pada hari yang ditunngu-tunngu , acara festival budaya tiba. Pagi ini Kepala Sekolah tampak berbincang dengan kepala Yayasan yang memegang foto seorang gadis. Mereka tampak bersiap-siap untuk membuka acara ini. “Selamat pagi semua, terima kasih atas partisipasi kalian dalam pelaksanaan Festival Budaya yang baru akan diadakan pertama kali ini. Seperti sudah kalian ketahui, tujuan diadakan acara ini untuk mengenang satu tahun kepergian salah satu teman kita yang begitu berprestasi, yaitu Budaya.” Kemudian Kepala yayasan menaruh foto seorang gadis itu di meja atas panggung, siswi yang cantik dan seperti seseorang yang aku kenal, Aya.
            “Aya” gumamku. “Bagaimana kau mengetahui panggilannya?“ Alen bertanya. “Kita sering bersama di sekolah ini”. jawabku. “Jangan bercanda Fin, Aya sudah tiada setahun yang lalu. Sebulan setelah ulang tahunnya ia harusnya mengikuti lomba sastra tingkat nasional, tepat satu tahun yang lalu, tapi sayang leukemia yang dideritanya tak tertolong lagi,” Alen menjelaskan.
Ingatanku akan kejadian-kejadian yang lalu mulai jelas, tatapan mata pengunjung di toko buku, sikap pelayan di cafe dan tingkah aneh petugas perpus yang hanya menyuruhku kembali ke kelas. Tiba-tiba aku melihat sesosok bayangan diujung lorong kelas lantai atas. Seorang siswi, Aya sedang tersenyum dan melambai ke arahku.



Note : Cerpen ini dikirimkan penulis ke Nahimapres pada lomba Aksara 2016, 20.06.2016